MAHABBAH
Catatan perjalanan kali ini mulai bergerak menuju hati. Sebuah perasaan manusia yang wajar hadir. Sebuah rasa lebih di hati belajar untuk mencintai dan dicintai secara ikhlas. Mata hati mulai berbicara tentang suka ,tapi jutaan keraguan atas apa yang dikorbankan menjadi wajah utama dalam skenario cinta yang pernah aku rasakan. Sebuah rasa akan kecintaan pada sosok sang adam. Begitu indah ,begitu membuat jutaan perasaan menjadi satu. Seorang adam yang datang atas pengobat luka, menawarkan hati sebagai pengobat luka yang telah ada, dia datang memberi rasa,memberi cinta,memberi kasih,memberi sayang dan memberikan segalanya dengan senyuman. Tapi aku sadar ketika segala kekurangan yang ada dan segala kelebihan yang ada sebagai manusia yang tak sempurna aku menyadari bahwa jutaan rasa dan jutaan proses yang pernah ku alami adalah bagian dari hidup yang perlu disyukuri.
Sore ini terasa asing bagiku,,,entahlah mungkin karena hari ini aku harus menyiapkan diriku untuk segera memberikan jawaban atas segala macam pertanyaannya…pertanyaan yang terasa sulit untukku jawab. Oh Tuhan…kenapa aku begitu sulit untuk menentukan sikapku terhadapnya. Pertanyaan itu yang selalu membuatku terjaga hingga ku mulai bersimpuh menangis di antara sepinya malam. Waktu tak dapat berhenti dan hari ini juga aku harus memberikan jawaban itu padanya.
“bagaimana, apakah kau sudah menemukan jawabannya?”
“iya, aku sudah bisa menemukan jawabannya.”
“Apakah aku pernah terlintas dalam pikiranmu?”
“Tidak”
Keadaan langsung begitu sunyi, bahkan teramat sangat sunyi. untuk sesaat dalam kesunyian itu membuatku teringat pada seseorang yang tanpa aku tahu dia datang tepat dihadapanku. Dia...dia yang tak pernah aku duga, datang membawa mawar kerinduan. Dibalik itu dia memberikan setitik harapan yang membuatku merasa berharga dihadapannya. Terbesit dalam benakku. Alhamdulillah Tuhan telah memberikan selembar anugerah yang membuatku tersenyum lirih. Ia pun kembali bertanya.
“Apakah kau menyukai aku?”
“Tidak terlalu”
“Apakah kau menginginkanku?”
“Tidak”
“Akankah kau menangis jika aku pergi?”
“Tidak”
Mungkin dia kecewa dengan jawabanku itu tapi sungguh aku tak kuasa atas jalan hidup yang bersimpangan seperti ini. Aku tak bisa memperlihatkan betapa sakitnya hatiku dengan keadaan ini, tapi ini yang harus ku tempuh dan kupilih. Rasa sakit ini tak dapat ku tahan. Seperti ada batu yang sangat berat di dadaku, aku tak bisa bernapas dan ingin berteriak namun tidak bisa, air mata mulai mengalir dan aku jatuh menangis.
Malam mulai merapat di tengah sesal jalan ku kini terkikis kelam. Di keheningan kamar ini aku mencoba untuk melupakan apa yang pernah ada dan terjadi barangkali, kesedihan yang melanda diriku hanyalah serupa gerhana yang melintas sekilas lalu pergi meninggalkan sebaris jelaga di hati bersama tangis getir disepanjang jejaknya. Sementara dia, yang berjarak dengan rindu padaku tersenyum sembari membawa cahaya musim semi meninggalkan sisa luka di tepian batinku dan airmata yang mengalir di sepanjang sungai kenangan serta rasa sesal pada harapan dan cinta yang telah ku semai diam-diam di ladang impian. Aku tersesat pada hatiku sendiri karena kerelaan akan melepasmu pergi, namun saat akan ku cari jalan keluar mengapa terjadi pesimpangan yang tiap artinya berbeda akan hatiku? atau hanya hidup dalam kesalahan yang selalu membekas di hati, dalam kebimbangan raga dan pikiranku yang selalu tertuju pada sisi terburuk, cahaya jalan penerangNya perlahan mulai mampu menerangi jalanku, apakah aku mampu menjalankannya sambil menunggu jawaban waktu dari cerita ini.
Bayangan dirinya bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatiku. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ku kerjakan. Ku telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh bayangannya dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.
“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir bayangannya yang juga makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu.”
Pagi mulai kembali mampir, mengusir malam yang sunyi. Saat aku mulai membuka mata yang ada aku kembali teringat akan sosok dirinya, hatiku pun berdesir mengucapkan “astaqfirullah”. Perasaanku bingung harus ku mulai dari mana untuk pagi ini saat semua telah ku ungkapkan padaMU YA ALLAH…akupun mengambil HP yang bergetar di atas meja, ku tangkap suara di sebrang sana ternyata kak Silvi ia mengajakku ketemuan di tempat biasanya. Akupun mulai beranjak di antara keramaian kota Surabaya.
“apa yang sudah terjadi dengan kalian ?”
“tidak ada apa-apa kak, aku Cuma menjawab apa yang ia tanyakan sama aku”
“kamu juga cinta sama dia kan ?”
“entahlah… tapi jika aku harus mencintainya maka akan banyak hati yang terluka dan aku harus mengorbankan senyum mereka demi kebahagiaanku, aku sama sekali tidak menginginkan itu”
“kamu sudah berkorban untuk membahagiakan orang tuamu, tapi apakah kamu tau apa perasaannya ? perasaan seseorang yang mencintaimu dan kamupun juga mencintainya tapi kamu tidak mengakuinya.”
“ini bukan pengorbanan, ini pengabdian seorang anak terhadap orang tuanya. Saya yakin dia tidak akan apa-apa karena dia sudah cukup dewasa untuk memahami semua ini.”
Saat kehampaan itu mulai datang terpikir oleh ku apa yang terjadi dengan diriku. Sesosok manusia yang hidup dengan segala kekurangan. Tapi aku tetap bersyukur karena Cinta dari Allah. Setiap nafas dan aliran darah ini adalah anugerah yang tak pernah terhitung. Ketika aku berpikir tentang satu kegundahan
Sebuah langkah hati untuk memberanikan diri, berusaha keras dengan langkah nyata dengan ridhonya.
Kuberanikan diri untuk mengajukan permohonan kepada Allah. lembar kesucian bersama penyembahan di malam yang sunyi kuberdoa dan kuniatkan untuk kebaikan diriku dan kemudahan langkahku. Sebuah permohonan resmi di malam sunyi yang indah bersama kalimat-kalimat kesucian untuk diriNYA..Bermohon dan memohon untuk langkah cinta karenanya. Sebuah langkah nyata dengan keikhlasan menanti jawabnya.dan kuikhlaskan langkah demi langkah sampai tepat pada waktunya. Sebuah langkah nyata,sebuah pengharapan ikhlas dan sebuah penantian dengan ridhonya dan itu kusebut proposal cinta untukNYa...
Sebuah langkah hati untuk memberanikan diri, berusaha keras dengan langkah nyata dengan ridhonya.
Kuberanikan diri untuk mengajukan permohonan kepada Allah. lembar kesucian bersama penyembahan di malam yang sunyi kuberdoa dan kuniatkan untuk kebaikan diriku dan kemudahan langkahku. Sebuah permohonan resmi di malam sunyi yang indah bersama kalimat-kalimat kesucian untuk diriNYA..Bermohon dan memohon untuk langkah cinta karenanya. Sebuah langkah nyata dengan keikhlasan menanti jawabnya.dan kuikhlaskan langkah demi langkah sampai tepat pada waktunya. Sebuah langkah nyata,sebuah pengharapan ikhlas dan sebuah penantian dengan ridhonya dan itu kusebut proposal cinta untukNYa...
Aku tahu Tuhan , saat ini akan datang. Saat engkau mengujiku dengan rasa ini. Pada seorang hamba-Mu yang rupawan. Aku tak tahu, apakah Engkau juga mengujinya dengan rasa ini. Saat ruang-ruang di otakku terisi penuh oleh bayangannya Pada satu sudut persimpangan yang membingungkan. Namun ia nyata dan mungkin terasa indah. Inikah anugerahMu ya Allah? Inikah cinta yang telah lama kucari? Jangan siksa aku dengan rasa ini…..Jadikanlah ia penyejuk iman ku Bukan eksekutor yang mengerikan. Sehingga harus ku takuti.
Di saat ku bermunajat HP ku berbunyi, di layar jelas sekali tertulis oleh namanya tanpa ragu akupun menerima telephonnya.
“assalammualaikum,,,”
Baru mendengar ucapannya saja hatiku seakan merasakan selaksa angin yang begitu indah entah rasa apa itu. Dengan nada suaraku yang agak ragu dan keluh akupun menjawab ucapan salam darinya.
“waalaikumsallam”
“aku sudah tau apa yang sebenarnya kamu rasakan, jika memang itu yang terbaik untuk hubungan kita insyaallah aku ikhlas untuk menerimanya. Untuk itu besok aku akan berangkat ke Jakarta dan akan melanjutkan bisnis kedua orang tuaku”.
“Alhamdulillah”
“kalau kamu punya waktu besok kita bisa bertemu di bandara juanda jam 8 pagi”
“insyaallah”
Aku seakan berjalan disatu kegelapan malam, tanpa cahaya dan seorang teman dan sambil berjalan aku mengeluh, apa aku akan terus seperti ini…terus berjalan tanpa cahaya terang dan berharap sinar datang membawa kesejukan indah dunia beserta tipu dayanya. Dan apa mungkin aku berlari tanpa cahaya yang menerangi dan apa mungkin kukan berharap keadaan ini akan berubah sampai aku mendapatkanmu.
“Sepuluh menit lagi keberangkatan Surabaya - Jakarta akan segera berangkat. Bagi penumpang yang belum menaiki pesawat, dipersilahkan untuk segera menaikinya. Terima kasih. Ten minute again departure of Surabaya - Jakarta will immediately leave. To passenger which not yet taken a plane, passed in to immediately to taking a plane. Thank.” Suara dari operator pesawat sudah memanggil para penumpang untuk segera memasukinya.
Dia menghampiriku untuk yang ke terakhir kalinya sebelum ia pergi ke Jakarta. Ia mengeluarkan sebuah sorban berwarna putih dengan motif hitam garis dan memakaikannya layaknya jilbab.
“Dengar, aku belikan ini saat aku umroh. Saat pertama kali aku lihat sorban ini yang ada dan muncul di dalam ingatan ku Cuma kamu”
Aku menengok ke arahnya. Berusaha untuk tidak menangis... tapi aku tak bisa menahannya.
“Kamu jangan nangis donk! Kalau kamu kayak gini bagaimana aku bisa ninggalin kamu!”
Aku mengelap air mataku yang tadi sempat jatuh. “Gak kok! Aku ini lagi nangis bahagia! Semoga kamu bisa ngontrol diri ya,,, di Jakarta!”
“jaga diri baik-baik, jangan suka nangis?”
Aku mengangguk, air mataku tak tahan lagi ingin menjatuhkan diri.
“Sorban ini bisa kamu pakek untuk apapun seperti selimut saat kamu kedinginan, di jadikan sajadah! Yah... kalau gak juga gak apa-apa karena kamu pasti punya banyak barang yang lebih penting dari ini kan?”
Aku mengangguk, sekali lagi air mataku jatuh tak terhenti. Aku berusaha untuk tersenyum pastinya senyuman perpisahan yang sangat menyakitkan...Semakin lama, semakin tak terlihat. Semakin tak terlihat lagi punggungnya yang kuperhatikan dari tadi. Air mataku semakin deras jatuh ke tanah dan tanganku. Aku berlutut dan tak kuat untuk berdiri. Sendiri... sekarang aku sendiri. Perasaan yang semakin lama semakin jelas muncul ini. Sedih....Sangat sedih...
Aku berdiri, tanpa pikir panjang aku mulai mengejarnya yang sudah tak terlihat. Ku kejar dia hingga akhirnya pesawat yang dinaikinya mulai bersiap-siap untuk take off. pesawat yang sudah berjalan itu sudah tak bisa aku cegah lagi. Aku menarik napas dalam-dalam dan menghapus air mataku yang tak terkontrol ini. Aku bersimpuh diantara deraian air mata.
“apakah kau tau bahwa alasan kau tidak pernah terlintas dalam pikiran ku adalah karna kau slalu dipikiran ku..alasan mengapa aku tidak suka kau karna aku mencintaimu..dan alasan mengapa aku tidak menginginkanmu karna aku butuh kau..”
Di persimpangan jalan cinta ku, ku lepaskan dirimu berlalu bersama cintamu. Di batas kota ini, ku iringi kepergianmu dengan hati relah di iringi derai air mata, sebagai persemabahan terakhir. Aku harus rela melepas dirimu pergi dari sisiku, bersama cintamu, biarlah kenangan ini ku bawa pergi bersama bias bayangmu sebagai pengganti dirimu tuk melepaskan segala kerinduan di hati ini.
Gelap mulai kembali muncul menyapa kesedihanku yang tak kunjung usai. Gelap juga mulai menuntunku untuk bermunajat dan menyerahkan semua masalah hati kepada sang Rohim…kepada sang pencipta cinta… Sorban putih pemberiannya ku jadikan sajadah, tempat dimana ku bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Di atas sajadah putih ku menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT.
“Sungguh ku sebagai makhluk yang begitu lemah di antara cinta yang telah Engkau ciptakan Tuhan. Aku ingin mengobati kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka Tuhan…sakit dan deritaku ini tidaklah semata-mata karena rasa cintaku pada hambaMU. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai oleh Mu Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-MU.”
“Ya Allah, kurniakanlah kepada kami Cinta terhadapMu dan Cinta kepada mereka yang mencintaiMu, dan apa sahaja yang mendekatkan kami kepada CintaMu, dan jadikanlah CintaMu itu lebih berharga bagi kami daripada air yang sejuk bagi orang yang dahaga”.
Aku yakin bahwa Allah tidak selalu menjawab permintaan kita dengan sebuah kata `Ya', akan tetapi Dia akan selalu menjawabnya dengan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan dalam hidupku, seperti mimpi indah di kehidupanku yang sulit,andai hanya ada engkau yang bisa kucinta, ku berjanji pada langit untuk mencintaimu selamanya…
Ya…aku akan mencintaimu seperti kau mencintaiku. Aku akan di sampingmu seperti kau di sampingku