jika kita ingin mencapai sesuatu hidup yang baik, yang indah, dan terasa bernilai serta bermakna. maka hal yang harus kita lakukan adalah membebaskan diri dari kekuasaan irasional, hawa nafsu dan emosi serta mengarahkan diri menurut akal budi.

Sabtu, 05 Maret 2011

Perjalanan Itu.........



Dikala senja menutup tirai,gelap malampun mengganti kan ruang ,ruang yang luas dan panjang. dalam ruang yang hening seperti tiada kehidupan, sepi dan senyap hanya sesekali terdengar seringai anjing malam dan semilir angin yang mengipas. malam kenapa ruangmu begitu panjang ,apakah karena kumengisinya sendiri ? ntahlah …..
Di kota Jakarta ini, harus ku habiskan waktu dengan seseorang. Demi mengemban tugas pekerjaan semua harus kulakukan, tapi semua tidak membuatku lupa akan kebenaran agamaku. Jilbab yang kugunakan adalah mata rantai yang sangat berarti bagiku, hanya dengan itulah kaki ku mampu membatasi tempat mana saja yang harus ku masuki.
Hidup memang takkan pernah tertebak oleh manusia, yang ada hanya rencana ini dan rencana itu, tapi hanya sebagian kecil yang mampu meraihnya, banyak yang berakhir dengan kecewa dan kadang harus berputus asa merasakan kegagalan seperti tak ada putusnya tuk selalu terulang dalam tiap hari yang berlalu.
Tirai malam mulai tersingkap walau baru setitik,ayampun mulai berkokok merdu dan kicau burung bersahutan ramai. Hari ini adalah hari yang kutunggu, karena aku harus mengakhirinya dan segera pergi kembali pada kotaku tercinta Surabaya.
Di sebuah perjalanan menuju sebuah restoran, mataku bergerak melihat jalanan-jalanan kota, tak ada suara music di dalam mobil seperti kebiasaanku untuk membunuh kesunyian. Dia yang duduk di sebelahku, hanya konsentrasi menyetir. Hatiku pun mulai menggerutu, alangkah membosankan berada di tengah-tengah kesunyiaan. Kiranya ia masih marah dengan kejadian semalam. Apa benar ia marah hanya karena itu, bukannya pertengkaran sering sekali kita alami. Hm…..entahlah aku tak mengerti dengan pikirannya.
Di dalam sepi aku mulai kembali teringat kejadian tadi malam. Saat itu aku yang bosan berada di dalam kamar hotel, memutuskan pergi keluar. Ku pikir hanya berjalan-jalan di seputaran hotel ngapain aku harus minta izin sama dia, males juga jika harus mengetuk pintu kamarnya. Begitu inginnya aku jalan-jalan hingga Hp lupa untuk ku bawa. Beberapa lampu menari di sudut-sudut hotel, saat memasuki lief rasa penasaran muncul. Sebuah tempat yang ingin ku kunjungi.
Desiran angin teramat sangat kurasakan saat bertabrakan dengan badanku hingga merasuk dalam sendi-sendi tulang. Dari tempat tinggi ini, aku bisa merasakan keindahan alam gelap ini. Kujulurkan tanganku merengkuh langit, dekat sekali untuk ku sentuh. Ini benar-benar ku rasakan. Air mata mulai mengalir dan aku jatuh menangis. Aku tak pernah merasa malu jika aku harus menangis atas kepergian seseorang yang sangat berarti untukku.
Aku mengakhiri ke indahan itu dalam sebuah bintang yang paling bersinar. Ku berjalan melewati koridor hotel, kusampingkan orang-orang yang berjalan, sibuk dengan dirinya sendiri.
”dari mana saja kamu, kamu pikir kamu itu siapa pergi seenaknya sendiri. Kalau kamu ada apa-apa siapa yang bertanggung jawab….??



Runtutan pertannyaannya itu, membuatku tersentak kaget dan lemas di hadapannya. Aku mulai peduli dengan tatapan orang-orang. Mereka melihat dengan tatapan penuh kecurigaan. Suara keras yang keluar dari mulutnya membuatku seperti anak kecil yang baru berusia tiga tahun. Kakiku mulai berlari saat ku rasakan setitik air mata yang mulai tumpah. Di dalam kamar ku menangis sejadi-jadinya dengan bertindikan bantal untuk meredam suara.
Sampai saat ini tak sepatah kata pun dia ucapkan. Kita hanya diam menyaksikan kemacetan jalan. Kesepian itu mengantarkan kita pada sebuah restoran jepang. Dengan lirih hatiku terhenyak kanget. Bukankah makanan jepang itu kesukaanku. Apa ini caranya dia minta maaf, hu…kenapa raut mukanya masih tetap dingin.
Kesunyian itu tetap kita bawa hingga dalam pesawat. Sebuah perjalanan malam menyibak langit yang jelas pekat menghitam. Selama dalam perjalanan udara tersebut, ada kejadian yang mengkhawatirkan dan sempat membuat jantung berdetak keras. Perjalanan yang kita lalui ternyata tidaklah semulus yang diharapkan, ketika pesawat yang kita naiki mengalami gangguan berupa guncangan yang keras. Tak lama kemudian lampu-lampu dipadamkan dan terdengar pengumuman dari kabin pilot bahwa cuaca sedang buruk. Jantungku langsung berdetak kencang, Ketika itu pesawat yang kita naiki berada pada ketinggian 36000 kaki dengan kecepatan terbang 8600 km/jam. Yang dapat kulakukan hanyalah berusaha menenangkan diri dan berdoa mengharapkan tidak terjadi apa-apa. Diriku merasakan ketakutan, hingga tanganpun mulai bergetar, dan mulut ku tak henti-hentinya istiqfar.

“tenang saja tidak akan terjadi apa-apa. Aku masih di sampingmu, berdoa dan pejamkan matamu”

Instruksi itu segera aku lakukan, berharap apa yang dia ucapkan bisa menenangkan perasaanku. Entah sudah berapa waktu yang ku lalui saat mataku tertutup hingga aku tak merasakan lagi guncangan itu.

“sudah nic,,hapus air matamu itu. Dasar mewek”

Aku pun menerima sapu tangan darinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ucapan puji syukur ku ucapkan saat pesawat mulai lending. Sebelum keluar dari bandara, kami mengambil packing dari bagage terlebih dahulu. Ketika itu juga ia berkata

“ aku minta maaf saat perlakuanku di hotel kemaren malam. Hingga membuatmu malu dan menangis. Saat itu aku tidak tau lagi harus mencarimu dimana bahkan kau pun tak bisa aku hubungi. Siapa yang tidak akan cemas jika…jika gadis kayak kamu hilang konyol di Jakarta”
“he..mas kalau mau minta maaf, yaudah minta maaf aja jangan menghina dong…”
“iya..iya jadi masalah kita sudah kelar kan..??
“iya…ya udah aku mau pulang”
“eh…tunggu. Ni buat kamu”
“hehehehe…kalung ini bagus banget, aku beneran suka sumpah. Kok kamu tau aku suka bintang. Cara bukanya gimana mas?
“hm…cengengesan saja. Buka itu saja gak bisa, kamu itu besar di kota tapi mikirnya deso. Hikc..(menjitak)”
“terserah…thanks ya… mas”

Selama perjalanan dengan mobil, aku menikmati pemandangan di sekelilingku, sambil terkesan dan berkata dalam hati ”Welcome back to Surabaya..kota kelahiranku..”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar